Saturday, December 18, 2010

Popularitas Timnas Bisa Kalahkan SBY

Perbincangan mengenai ajang Piala AFF 2010 menjadi topik hangat di mana-mana. Masyarakat Indonesia dilanda euforia dan demam sepak bola, sejak Timnas diluar dugaan menunjukkan performa apik dalam AFF 2010. Nama-nama pemain Timnas pun beberapa kali menghiasi trending topic di jagat dunia maya.

Masyarakat pun mengelu-elukan para pemain Timnas yang kini dianggap sebagai pahlawan baru bagi Indonesia. Popularitas para pemain meroket. Siapa yang tidak kenal Firman Utina, Bambang Pamungkas, Irfan Bachdim, Christian El Loco Gonzales, Okto dan lain-lain.
Atas melejitnya Timnas ini, pakar hukum Universitas Andalas Saldi Isra berkelakar. "Kalau pemain bola menjadi calon legislatif, bisa-bisa mereka menang. Jangan-jangan mereka pun bisa jadi presiden dan mengalahkan SBY," ujarnya.
Candaan mengenai keberhasilan Timnas yang kini berjuang di babak semifinal AFF, memang menyeruak di tengah diskusi serius soal politik dan hukum yang digelar oleh Trijaya di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat. Para pengamat politik, pengamat hukum, sampai staf presiden yang hadir di acara tersebut, tak pelak lagi turut terjangkiti demam bola.

"Harus kita akui bahwa bola mempersatukan kita," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparringa.

Ia mengatakan, setelah bertahun-tahun sepakbola Indonesia miskin prestasi, kini rasa dahaga masyarakat mulai terpuaskan. "Kemarin itu jalan sepi, mal sepi, karena semua orang melakukan hal yang sama, yaitu menonton bola dan mendoakan Timnas," ujarnya antusias.

"Kita memang membutuhkan sesuatu yang bisa mempersatukan kita," timpal Saldi.  Ia mengaku menonton Timnas bertanding bersama para pengamat hukum lainnya. "Nggak penting menang satu, dua, atau tiga gol. Yang penting menang," tandasnya sambil tertawa.

Tak ketinggalan, pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya pun mengomentari euforia bola. Komentarnya tentu tak jauh-jauh dari bidang kajiannya, yakni politik. "Yang paling menarik dari pertandingan kemarin itu, Pak SBY memakai baju merah, bukan baju biru,"  ujarnya terkekeh.

Sebagai Ketua Dewan Pembina Demokrat, SBY selama ini memang identik dengan warna biru, seperti partai binaannya tersebut. Sementara merah lebih dikenal sebagai warna favorit lawan politiknya, yaitu PDIP.

Apapun, kata Yunarto, sepakbola menunjukkan kerjasama dan kinerja nyata bangsa yang ujung-ujungnya terbukti membangkitkan rasa nasionalisme publik. "Optimisme dan harapan ternyata datang dari hal lain di luar kekuasaan," kata dia. (sj)

Friday, December 17, 2010

Peringkat Timnas Indonesia di FIFA Melesat

Sukses di Piala AFF 2010 tanpa terkalahkan sejak babak penyisihan, peringkat Indonesia naik ke posisi 127 dalam daftar peringkat yang dirilis oleh FIFA, Jumat, 17 Desember 2010. Posisi Indonesia naik 8 peringkat dari bulan sebelumnya yang menempati peringkat 135.

Seperti dilansir dari situs resmi FIFA, Indonesia mengumpulkan 211 poin. Peringkat Indonesia mengungguli tiga semifinalis Piala AFF 2010 lainnya yakni Malaysia peringkat 144, Vietnam peringkat 137 sementara Filipina peringat 150 terbawah di Asia Tenggara yang mengikuti Piala AFF.

Sementara Thailand unggul enam poin dari Indonesia dengan berada di peringkat 121, sementara Singapura menurun menjadi 140 yang sebelumnya diperingkat 127 dunia.

Sedangkan di peringkat pertama masih di tempati oleh juara Piala Dunia 2010, Spanyol diikuti Belanda, Jerman, Brazil dan Argentina.

Beberap waktu lalu Deputi Bidang Teknis BTN Iman Arif menyatakan, Indonesia berpeluang memperbaiki ranking dunia bulan Desember saat digelar piala AFF 2010 dan itu terbukti. Peringkat Indonesia akan naik bila timnas Indonesia sukses. "Bila kita sukses di AFF, otomatis peringkat kita naik juga," jelasnya.

Berikut 10 Besar peringkat FIFA Desember 2010:

1. Spanyol 1887
2. Belanda 1723
3. Germany 1485
4. Brazil 1446
5. Argentina 1338
6. Inggris 1195
7. Uruguay 1152
8. Portugal 1090
9. Mesir 1078
10. Kroasia 1075
127. Indonesia 211

SEJARAH PERKEMBANGAN INDUSTRI MIGAS INDONESIA

Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad pertengahan. Orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada Portugis. Perkembangan migas secara modern di Indonesia dimulai saat dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1871, yaitu di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha belanda bernama Jan Reerink. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkandan akhirnya ditutup.
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 yaitu lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.
Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 berdirilah Shell Group yang terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh B.P.M.
Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat SVPM. Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang kemerdekaan berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan lapangan Pendopo pada tahun 1921 yang merupakan lapangan terbesar di Indonesia pada jaman itu.
Untuk menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dengan B.P.M. yaitu Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij. Dalam perkembangan berikutnya setelah perang dunia ke-2, perusahaan ini berubah menjadi P.T. Permindo dan pada tahun 1968 menjadi P.T. Pertamina.
Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaitu Standard Oil of California dan Texaco. Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan ini membentuk N.V.N.P.P.M (Nederlandsche Pasific Petroleum Mij) dan menjelma menjadi P.T. Caltex Pasific Indonesia, sekarang P.T. Chevron Pasific Indonesia. Perusahaan ini mengadakan eksplorasi besar-besaran di Sumatera bagian tengah dan pada tahun 1940 menemukan lapangan Sebangga disusul pada tahun berikutnya 1941 menemukan lapangan Duri. Di daerah konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944 tentara Jepang menemukan lapangan raksasa Minas yang kemudian dibor kembali oleh Caltex pada tahun 1950.
Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian Jaya dibentuk perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang bernama N.N.G.P.M. (Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij) dengan hak eksplorasi selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938 berhasil ditemukan lapangan minyak Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan Sele. Namun, karena hasilnya dianggap tidak berarti akhirnya diseraterimakan kepada perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh Pertamina tahun 1965.
Setelah perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadi pengambilalihan semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1945 didirikan P.T. Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 menjadi perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara. Pada tahun 1957 didirikan P.T. Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi P.N. Permina pada tahun 1960. Pada tahun 1959, N.I.A.M. menjelma menjadi P.T. Permindo yang kemudian pada tahun 1961 berubah lagi menjadi P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia) yang menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil alih oleh P.N. Permina.
Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti dengan sistem kontrak karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan kepada P.M. Permina. Tahun 1965 menjadi momen penting karena menjadi sejarah baru dalam perkembangan industri perminyakan Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan B.P.M. – Shell Indonesia oleh P.N. Permina. Pada tahun itu diterapkan kontrak bagi hasil (production sharing) yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N. Permina dan P.N. Pertamin. Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai kontraktor dengan hasil produksi minyak dibagikan bukan lagi membayar royalty.
Sejak tahun 1967 eksplorasi besar-besaran dilakukan baik di darat maupun di laut oleh P.N. Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun 1968 P.N. Pertamin dan P.N. Permina digabung menjadi P.N. Pertamina dan menjadi satu-satunya perusahaan minyak nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai yang diberi nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar. Tidak lama setelah itu ditemukan lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina. Kini perusahaan minyak kebanggaan kita ini tengah berbenah diri menuju perusahaan bertaraf internasional.

Industri Migas Pilar Pembangunan Perekonomian Bangsa

Salah satu tantangan industri migas nasional adalah bagaimana meningkatkan tingkat keahlian, peran, dan partisipasi institusi dan usaha dalam negeri (local content) untuk industri migas. Sektor energi merupakan pilar pembangunan perekonomian bangsa untuk itu maka pertisipasi pengusaha nasional dalam industri migas harus ditingkatkan.

BP Migas sebagai Badan Hukum Milik Negara yang diberi amanah untuk mengawal kegiatan industri hulu migas, memiliki tanggungjawab untuk  mendorong penggunaan produksi dalam negeri, sesuai dengan Instruksi Presiden No.2 tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa, dan Instruksi Presiden RI No.5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.

”BP Migas menjadi lokomotif peningkatan penggunaan produksi nasional khususnya dalam industri migas dengan melakukan kerjasama dengan Depertemen Perindustrian, PT Dirgantara Indonesia terkait penggunaan alat-alat berat, transportasi dan industri alat apung”, ujar Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Budi Indarto dalam acara Orientasi Jurnalis 2009 yang mengambil tema, ”Ketahanan Energi Pilar Pembangunan Perekonomian Bangsa”, Rabu (25/11).

Lebih lanjut Deputi Pengendalian Operasi BP Migas mengatakan, BP Migas telah menekankan kepada KKKS bahwa penggunaan komponen dalam negeri bukan hanya sebatas penggunaan alat-alat berat, perkapalan dan transportasi udara saja namun semua fasilitas di kegiatan hulu migas."Semuanya harus menggunakan klasifikasi Indonesia termasuk fasilitas perbankan dan asuransi", ujarnya.

Industri penunjang memegang peranan penting bagi pengembangan sektor migas. Pengusaha diharapkan dapat pro-aktif dalam berbisnis dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah dan bank nasional telah berusaha keras dan proaktif mendukung pengembangan industri migas. 

Untuk meningkatkan kapasitas nasional BP Migas selain melakukan kerjasama dengan Departemen Perindustrian dan PT Dirgantara Indonesia juga melakukan kerjasama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi serta pengusaha-pengusaha lokal di tingkat daerah termasuk BUMD-BUMD dan Koperasi diharapkan dengan kerjasama ini akan dapat menggerakkan industri nasional khususnya dalam menunjang industri migas.

Like This yo. . .!!!

My Great Web page